Featured Post Today
print this page
Latest Post

Fanfict Series : Octi dan Aku (Part 4)

Image from @Octi_JKT48
(Masih) Jumat 15 Maret 2013

Perjalanan itu terasa lama sekali. Entah aku yang sengaja melambatkan laju motorku, atau memang waktu yang melambat. Aku nikmati momen-momen indah, yang mungkin akan jarang-sangat jarang-aku dapatkan lagi kelak. Malam itu jalanan masih belum sepi. Beberapa kendaraan pribadi, mobil yang banyak, masih melintas di sekitaran. Aku tengok sedikit ke belakang, ah, disana ada oshimenku, gadis tercantik yang pernah aku jumpai. Kucoba memulai pembicaraan,
                “Octi tadi kok bisa sampe bocor gitu ban mobilnya?”
                “Aku juga nggak tau mas, tiba-tiba aja bisa gitu, padahal tadi abis pulang latihan, mana masih capek,”
                “Hem, gitu.. oh iya, ngomong-ngomong apa fans-fans octi nggak marah nih, aku nganter pulang secara pribadi?”
                “Ya semoga nggak deh, asal nggak usah bilang-bilang atau ngetweet aja, hehehe”
Ah, tawanya renyah sekali. Indah. Rasanya penatku lepas seketika.
                Kami sudah melewati pertigaan terakhir sebelum sampai di rumahnya. Rasanya berat juga bagiku, tapi aku harus mengantar dia pulang. Aku kan sudah berjanji pada mamanya. Hanya kurang dari setengah kilo dari rumahnya, ada sebuah lapangan yang cukup luas. Ada hal yang membuatku kaget.
                “Mas, berhenti di lapangan itu sebentar dong,”
                “Lho kenapa? Ini udah malem lho, nanti mama kamu nyariin,,”
                “Sebentar aja kok, ya?”
                “Oke deh,”
Aku parkirkan motorku tepat di sisi tengah lapangan. Entah apa yang ada di benak Octi. Padahal kan dia sedang bersama orang yang baru dia kenal belum lama.
                Ternyata dia hendak melihat kunang-kunang. Memang banyak sekali yang beterbangan malam itu. Membuat suasana lapangan tak terlalu gelap.
                “Aku suka banget liat kunang-kunang gini, udah lama banget,”
                “Lho, kok udah lama? Emang kemarin-kemarin kenapa?”
                “Ya kan sejak aku modelling dulu, jauh sebelum masuk JKT48 jadwalku udah penuh banget, mana nggak boleh jalan-jalan sembarangan lagi,”
                “Ooh gitu, jadi selain suka monyet kamu suka kunang-kunang juga?”
                “Iya, soalnya mereka lucu, bikin titik terang di kegelapan,”
Ah, lagi-lagi senyumnya terkembang. Ingin rasanya aku memeluknya. Tapi segera aku sadar diri, aku bukan siapa-siapa. Aku hanya orang beruntung yang akan mengantarnya pulang malam ini.
                “Yaudah, ini udah malem, pulang aja yuk! Kapan-kapan kalo kamu mau lihat kunang-kunang lagi aku siap anterin,”
                “Bener nih? Soalnya belakangan ini aku juga nggak bisa bebas bergaul, jadi mau jalan-jalan pun susah,”
                “Iyadeh, aku janji,”
Akhirnya kami bergegas untuk menuju rumah Octi.
                Tidak lebih dari sepuluh menit, aku sudah sukses membawa motorku tepat di depan rumahnya. Terlihat pembantunya sudah menunggu di belakang pagar rumahnya. Huft, untung mamanya belum sampai. Bisa bahaya kalau beliau duluan yang pulang.
                “Non, selamat datang, akhirnya sampai juga. Nyonya mana non? Kok nggak bareng?”
                “Ooh, mama masih dijalan, ban mobilnya bocor tadi, jadi mama masih nunggu mobilnya disana, ini aku dianter sama mas-mas kenalan aku,”
                “Oh gitu, yaudah non buruan masuk, udah malem,”
                “Iyadeh, aku bilang masnya dulu,”
Lalu dia menghampiri aku. Baru aku sadar dia belum melepas helm cadanganku. Haha, mungkin aku masih belum percaya dengan yang terjadi malam ini. Betapa aku berada dalam keberuntungan level dewa sampai aku bisa sedekat ini dengan oshimen ku.
                “Yaudah, aku masuk dulu ya, makasih banget udah mau nganter,, J
                “Oke, kalo butuh apa-apa ya tinggal call/text ke sini yak, “
Kusodorkan kartu namaku. Sambil melepas senyum termanis yag aku punya.
                “Oke deh, makasih banyak ya! Kunang-kunang tadi cantik,”
                “Iya, persis, kaya cantiknya kamu,”
Aku bergumam.
                “Iya?”
                “Ah, nggak, nggak ngomong apa-apa kok, yaudah selamat malem, Octi,”
Aku segera memakai lagi helm ku. Dan kupacu motorku meninggalkan rumah gadis cantik itu.
                Akhirnya, perjalanan malam itu mulus-mulus saja, tidak ada yang mengganggu. Aku lega. Dan aku terus berharap lagi, akan berkesempatan untuk dekat lagi dengan dia, yah, siapa lagi, oshimen, Octi Sevpin...
(Bersambung ke Part 5)

0 komentar

Fanfict Series : Octi dan Aku (Part 3)

Image from : @Octi_JKT48

Jumat, 15 Maret 2013
                Hari itu bermula dari hujan deras yang mengguyur ibukota. Basah terlihat disana-sini. Apotek tempatku bekerja jadi terasa sepi. Hanya segelintir orang yang keluar-masuk membeli beberapa jenis obat. Aku tetap saja terbayang senyum Octi kemarin. Ah, manis sekali. Aku harus cek darah, siapa tahu diabetes. Hari ini ada jadwal teater, tapi aku tidak dapat tiket. Jadi, aku renungi saja hariku siang itu. Kemudian ada seseorang datang,
“Permisi Mas, cari obat Asmex ada nggak?”
“Oh, ada, untuk siapa ya?”
Gadis itu memakai tudung untuk menutup kepalanya, siapa dia? Gumamku.
“Untuk teman, ini titipan. Ada kan?”
“Ada kok, harganya 25 ribu,”
“Oh, ini uangnya, terimakasih mas,”
“Iya, silahkan,”
Aku sodorkan obat beserta struknya. Ketika dia keluar, aku lihat ada secarik kertas kecil tertinggal. Hendak aku panggil dia, tapi dia buru-buru pergi. Kulihat dengan seksama, seperti surat yang berisi beberapa kalimat. Bunyinya begini :
“Mas, suaramu keren banget.Aku suka. Kapan nyanyi lagi? Aku tunggu aksi selanjutnya ya,
Salam. Octi. J ”
Apa? Dari Octi? Jadi gadis tadi adalah oshimen yang sedari tadi aku fikirkan. Ah, aku menyesal tak mengajaknya ngobrol lebih lama. Ah, galau! Tapi sudahlah, yang penting dia datang, ternyata dia suka suaraku. Itu modal bagus. Siapa tahu kita bisa bersahabat, atau, ah, tak mau kufikir dulu. Jadilah sore itu aku baca terus berulang surat kecil itu. Selama tak ada pasien tentunya, dan tanpa diketahui oleh teman kerjaku yang lain.
Hari berganti sore, dan malam. Kuperhatikan timeline twitter dari hape chinaku, ternyata malam ini di teater akan diumumkan pembentukan tim K, K-III tepatnya. Bagaimana ya, wajah bahagia Octi? Sayang aku melewatkannya. Cuma kertas kecil yang kugenggam, jadi pelipur sore itu. Kemudian tepat sudah pukul 10 malam, aku pulang. Ku nyalakan motor supra warna merah itu, lalu aku pacu rendah saja. Malam itu jalanan cukup lengang, karena  jam pulang kantor sudah lewat, jadi santai saja. Aku pulang melewati f(X), masih agak ramai. Kulihat beberapa orang fans JKT48 yang masih berkumpul di beberapa titik. Mereka baru saja keluar dari teater pasti. Ah, aku jadi iri. Ternyata ada kawanku sesama fans, Aditya yang kebetulan malam itu dapat tiket. Kudekatkan motorku di kerumunannya.
“Dit, gimana teater nih malem? Rame ga?”
“Eh elu far, iya nih, lumaya rame, keisi penuh tadi. Oh iya, tadi ada pembentukan tim K, elu kok ga nonton? Katanya oshimennya si Octi,”
“Ye, ga dapet tiket nih.. Ya kerja aja kan,”
“Ooh gitu, ya udah deh, mau balik lu? Nebeng ye, sampe depan sono aja.”
Sudah kuduga. Tapi, biarlah. Toh malam ini aku tak buru-buru pulang.
“Okedeh, naik!”
                Kupacu motorku lagi. Sampai di perempatan terdekat, Aditya turun. Jadilah aku melanjutkan perjalanan menuju rumah. Di tengah perjalanan, kulihat ada mobil yang berhenti di pinggir. Kukira ban mobil itu bocor, karena sopirnya sedang mengecek kondisi ban. Aku hampiri saja, ingin kubantu, karena kulihat orang itu bekerja sendiri.
                “Mas, kenapa ban mobilnya? Bocor?
                “Iya nih, padahal dari tadi masih baik-baik aja,”
                “Saya bantu cek deh mas, kalo perlu ke bengkel bisa nanti sama saya,”
                “Wah, makasih banyak ya, soalnya dari tadi jarang orang lewat,”
                Kulihat mobilnya, Avanza keluaran 2010. Warnanya putih metalik. Keren juga. Kelihatannya orang cukup berada yang memilikinya. Mengingat sudah memakai sopir segala.
                “Gimana pak, mobilnya bisa dibenerin?”
Suara yang tidak asing. Ingin aku tidak percaya, tapi mata ini tidak bohong. Rabun juga tidak. Itu Octi! Ah, aku benar beruntung!
                “Bisa kok neng, Cuma bawa ban ini ke bengkel deket situ, depan. Neng mau disini atau gimana?”
                “Aku takut nih kalo cuma berdua sama mama. Loh, masnya ya! Namanya, ehm, Mas Ghifar ya! Ketemu lagi..”
Ah, manis. Tetap saja aku jadi terdiam-bengong lebih tepat- sembari memandangnya. Aku senang dia masih ingat padaku.
                “Mas? Halo? Kok bengong?”
                “Ah, nggak. Cuma seneng aja bisa ketemu lagi. Ternyata mobil kamu yang bocor. Tuh, bengkelnya deket kok. Kamu buru-buru pulang?”
                “Iyanih, besok sekolah masuk pagi, gimana kalo mas anterin aku pulang? Bisa?”
                “Bisa dong! Dengan senang hati!”
Aku sudah girang rasanya. Lebih senang dari menerima gaji dua kali lipat sekalipun. Tapi tiba-tiba,
                “Apaan sih kamu sayang? Masa mau minta tolong sembarangan gitu!”
Mama Octi muncul dari dalam mobil. Nampaknya dia tidak cukup senang dengan kehadiranku.
                “Pak Joyo, itu masih lama nggak?”
                “Anu bu, ini tinggal bawa ke bengkel depan sebentar, “
                “Oke lah, kita nunggu sebentar,”
Jadilah aku antar Pak Joyo, sopir keluarga Octi, ke bengkel itu sambil membawa ban mobil yang sudah sama-sama aku dan beliau lepas tadi. Sampai disana, ternyata ada beberapa bagian yang harus ditambal, jadi perlu waktu beberapa lama. Aku diminta Pak Joyo untuk kembali ke mobil, biar belia yang menunggu. Jadilah aku kembali kesana.
                “Ehm, bu, itu menunggu bannya masih beberapa lama, bagaimana?”
                “Wah, anak saya keburu  ngantuk nih, besok masuk pagi lagi, hem..”
                “Udah mah, aku biar dianter mas Ghifar aja, dia orang baik kok, dia yang nyanyi waktu itu lho..”
                “Iya mama tau, tapi kan kamu baru kenal!”  Kali ini Nadanya sedikit tinggi.
                “Ayolah ma.. Aku keburu ngantuk nih, tugas kan numpuk banyak. Disini juga jarang ada taksi lewat. Ayolah ma?”
                “Oke, tapi kamu, jangan coba macem-macem sama anak saya ya!”
Mama Octi sedikit mengacung kearahku. Nampaknya dia tak begitu ikhlas melepas anaknya untuk aku antar. Padahal kan niatku tulus. Kapan lagi bisa mengantar pulang oshimen.
                “Siap tante! Kalau ada yang mencurigakan dari saya silahkan lapor polisi..” Aku kembangkan senyumku seikhlas mungkin.
                Akhirnya beliau izinkan aku untuk mengantar Octi, dengan beberapa wejangan khusus pastinya. Juga aku diberi secarik alamat untuk memastikan tidak tersasar. Baiklah, perjalanan menyenangkan dan membahagiakanku akan segera mulai. Aku beruntung juga tadi membawa helm cadangan dari kontrakan.
                “Ayo deh, Octi. Aku anter sekarang aja, takutnya keburu malem.”
                “Iya mas!” Duh, cantik betul dia dari dekat begini. Untung aku tidak pingsan.
                Oke, perjalanan dimulai.
(Bersambung ke Part 4)
0 komentar

Fanfict Series : Octi dan Aku (Part 2)

Images from @Octi_JKT48

Kamis, 14 Maret 2013
                Hari ini aku masuk kerja di malam hari, jam sembilan tepatnya. Jadi aku niatkan hari itu untuk melakoni kerja sambilanku, bernyanyi di salah satu kafe mall f(X). Dengan gitar terbelit di punggung, aku dengan sedikit berlari memasuki mall. Sambil menunggu lift ke lantai 5 muncul, aku melihat-lihat sekitar. Ah, apa member-member sedang latihan? Atau mereka sedang libur? Hari ini teater kan libur. Ting! Liftnya datang. Aku menghambur masuk, dan tibalah aku di lantai 5. Aku sempatkan melongok kebawah, ke teater tepatnya. Sudah kuduga, sepi. Baiklah, fokus saja pada pekerjaanku sore ini.
Mas Rudi, manajer kafe langsung menyambutku begitu aku masuk kedalam.
“Wah, muncul juga lu Far, kirain ga datang,”
“Iya bang, sori tadi banyak ngelamun, hehehe..”
“Yaudah, buruan sana, udah ditunggu anak-anak tuh,”
“Sip!”
Aku sempatkan ke toilet sebentar untuk mencuci muka dan mematut-matut penampilan. Setelan kaos panjang bergaris biru putih dan celana jins biru, dengan sneaker abu-abu membuat aku cukup pede. Tak lupa, topi koboi jimatku tentu. Aku siap. Aku bergegas menuju stage kecil ditengah cafe.
“Selamat sore, pengunjung Larissa Cafe, selamat menikmati hidangan yang kalian pesan. Sembari menikmati, izinkan aku untuk menghibur kalian semua. Sebuah lagu, Kasih Putih,”
Denting gitar yang aku petik disambut tepuk tangan pengunjung kafe yang tak terlalu ramai. Lagu pertama berjalan mulus.
                Aku edarkan pandangan ke arah pengunjung, dan sampailah aku tercekat, ketika sosok itu muncul lagi. Yap, Octi hadir sore itu, sembari membalas senyumku yang membuatku kembali terdiam.
“Oke, lagu kedua, Malam Biru, spesial untuk pengunjung yang ada di sudut sana, “
Tepat, Octi yang aku maksud. Dia bertepuk tangan begitu mendengarnya. Disampingnya, mama dan manajernya nampak tidak begitu antusias. Sangat kontras.
                Akhrinya, Octi selesai menyantap makanan yang dia pesan. Mama dan manajernya pun demikian. Mereka hendak keluar. Kembali aku dibuat kaget, ketika Octi menghampiriku dan menjabat tanganku.
“Terimakasih ya, lagunya keren, suaranya bagus,”
“Ah, tidak.. kamu itu inspirasiku,”
Hening sejenak, sambil aku menatap Octi dengan malu-malu.
“Ayo sayang, buruan, udah sore nih, kita pulang!”
“Iya mah, udahan ya mas. Sore! “
Senyum terakhirnya sore itu benar-benar indah. Karena kali ini bisa kunikmati diluar teater. Itu yang istimewa bagiku. Sudahlah, aku harus bergegas ke apotek untuk pekerjaan ku hari ini.
(bersambung ke Part 3)
0 komentar

Fanfict Series : Octi dan Aku (Part 1)

image from @O

Senin, 12 Maret 2013
                Hari itu dimulai dengan hujan yang deras. Dan hari itu pertama kalinya aku menjejakkan kaki di Teater JKT48, yang tersohor itu. Aku ini seorang pendatang yang memilih kerasnya ibukota, demi cita-citaku dekat dengan idolaku, JKT48 secara umum, dan Octi Sevpin Cahyaning Ayu khususnya. Ah, jika aku ingat senyumnya kala itu, pertama kali, ketika aku mengikuti Hi-Touch Pajama Drive Generasi 2, bisa tak tidur dua hari dua malam. Kembali ke hari itu, aku hendak menonton teater Pajama Drive 2nd Gen untuk kali keempat. Tak lain, aku ingin menyaksikan lagi semangat dari gadis anggun pecinta monyet itu. Unit demi unit lagu teater aku nikmati, dengan posisi duduk ku yang ada di baris depan, membuatku leluasa menyaksikan mereka menari dan bernyanyi. Tiba sudah giliran Octi membawakan Unit Song nya, yang aku belum juga bisa hafal. Hanya senyum dan eye-contact nya yang tertuju padaku, selalu membuat terngiang.
                Teater sudah selesai, suara Novinta yang terdengar dari pengeras mengucap terimakasih yang penuh bagi penonton sore itu. Ini dia yang kutunggu, Hi-Touch dengan Octi. Menba paling cantik menurutku.
“Terimakasih sudah datang, “
Suara Octi memecah lamunanku dalam antrian. Dia ada di baris akhir rupanya.
“Iya, Octi tetep semangat ya !”
 Aku cukup lama memandang mata indahnya. Tangannya pun sempat aku genggam, sampai muncul suara,
“Woi! Buruan, yang antri belakang masih banyak!”
“Ah, iya! Maaf.. “
Octi yang juga menyadari hal itu, tersenyum simpul, dan membuat aku sempat salah tingkah. Segera aku beralih ke Sisil yang ada di baris selanjutnya. Huft, hari ini mendebarkan dan mengindahkan.
Selasa 12 Maret 2013
                Bayang-bayang teater kemarin masih terasa jelas, dan terus mendengung di kepalaku. Apalagi insiden yang cukup memalukan kemarin. Entah apa yang ada di benak security kemarin. Untung tidak terjadi apa-apa.
                Kumulai rutinitas harianku dengan bekerja di salah satu apotek di daerah Sudirman. Aku merasa cukup beruntung mendapat tempat kerja disana. Kupikir dekat dengan f(X) yang jadi sumber perhatian VVOTA dimanapun. Hari ini berjalan cukup membosankan, karena aku mendapat jatah jaga pagi, dan biasanya, sepi. Tapi hari ini lain. Ditengah lamunanku, aku dikejutkan oleh suara lembut,
“Mas, aku cari obat buat radang tenggorokan, Ada?”
Hah? Itu Octi? Aku kucek-kucek lagi mataku.
“Lho, masnya yang kemarin ke teater ya, yang diteriakin sama security,”
“Iya, *menahan malu*”
“Obatnya ada, namanya FF Troches, dihisap kayak permen gitu nanti. Aku kaget lho, Octi sendiri yang beli, kemarin malem abis ngetwit kan,”
“Iya nih, kebetulan mau berangkat latihan, kata mama mampir dulu ke apotek cari obatnya,”
Mama Octi menyusul masuk, karena sadar putrinya berada cukup lama dalam apotek karena aku ajak bicara.
“Sayang, ayo buruan, latihan mulai sebentar lagi lho,”
“Iya, mah, ini baru mau bayar. Eh, jadinya berapa nih, Mas, ehm, Ghifar ya..”
Octi membaca label nama ku yang ada di atas saku kiri bajuku.
“Ehm, iya, jadinya 12 ribu, isi sepuluh ya, dikonsumsinya maksimal 4 sehari, jangan lupa konsumsi air putihnya diperbanyak, soalnya bakal cepet haus kalo pakai obat ini”
Aku jelaskan serincinya, dengan cukup salah tingkah, mengingat momen seperti ini akan sangat jarang terjadi.
“Nih mas, buruan kembaliannya, anak saya buru-buru nih!”
Raut wajah mama Octi sudah cukup jutek. Aku mengiyakan saja dan memberi kembalian.
“Terimakasih, semoga sukses latihannya ya Octi!”
“Iya, terimakasih!”
Lalu mereka berlalu, dan membenamkan aku kembali pada rutinitas harianku, menerima resep, mengolah data, menjual obat, entri faktur dan banyak lagi. Dan hari ini berlalu begitu saja.
(bersambung ke Part 2)
0 komentar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Ghifari's Own Desk - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger